Dampak Evolusi Ponsel yang Makin Gila-gilaan
Sepuluh tahun yang lalu kita mungkin tak pernah membayangkan, ponsel
yang kala itu cuma bisa telepon dan SMS -- nada deringnya pun masih
polyphonic -- sekarang sudah bisa berbagai fungsi. Dan harganya juga
makin gila-gilaan.
Ponsel yang tadinya cuma basic phone, seiring
perkembangan zaman, tren, dan teknologi, mulai berkembang, regenerasi,
bermetamorfosis, menjadi feature phone. Era itu pun berlalu dan kini
makin canggih lagi. Maka, hadirlah smartphone, sang ponsel cerdas.
Mulai
dari main game, internetan, multimedia messaging, email, menonton
video, mobile shopping, dan lain sebagainya, tinggal sebut saja -- semua
ada dan semua bisa. Pilihan pun makin banyak, mulai dari yang paling
murah sampai yang paling mahal. Tinggal masalah selera saja.
Nah,
melihat tren yang terus berubah cepat, mungkin kita kembali dibuat
penasaran. Kiranya, bakal seperti apa tren gaya hidup digital mobile ini
nantinya. Apa saja dampaknya bagi kehidupan kita di masa depan.
Tak
perlu berlama-lama, simak saja penerawangan Ericsson yang juga
membayangkan bakal ada 50 miliar perangkat yang terhubung di dunia dalam
waktu tujuh tahun dari sekarang, tepatnya di 2020 nanti. Seperti apa?
1. Minim Fitur, Mahal Harga
Masih ingatkah Anda dulu saat ponsel awal-awal dipopulerkan
oleh Motorola, Nokia, Ericsson, dan Siemens. Khususnya saat layanan
seluler baru kali pertama hadir di Indonesia, sekitar tahun 1995?
Saat
baru kali pertama hadir, harga ponsel masih sedikit lebih mahal dari
harga sepeda motor. Ponsel yang kala itu masih sebesar batu bata dan
masih sangat minim fitur, sempat dihargai Rp 15 juta hingga Rp 25 juta.
Jadi,
kalau Anda cuma punya uang Rp 500 ribu, jangan harap bisa punya yang
namanya ponsel. Uang segitu hanya cukup untuk beli SIM Card-nya saja.
Bahkan, harga SIM Card sempat melonjak tembus Rp 1 jutaan karena saking
langkanya.
Harga ponsel dan SIM Card yang masih cukup mahal
membuat penetrasi seluler jadi sangat lambat. Belum lagi ketersediaan
jaringannya juga sangat minim coverage. Sampai-sampai ada istilah, GSM
yang harusnya Global Satellite for Mobile communication, diartikan
seenaknya menjadi: ‘Geser Sedikit Mati'.
2. Makin Canggih, Makin Murah
Kita mungkin patut bersyukur, perkembangan teknologi dan
kompetisi membuat ponsel dan SIM Card makin mudah dijangkau. Bahkan, SIM
card saat ini diobral harganya, kadang bisa didapatkan dengan gratis.
Ponsel
minim fitur yang tadinya puluhan juta rupiah, kini bisa didapat dengan
modal cukup ratusan ribu rupiah saja. Kalau mau merasakan fitur ponsel
yang lebih canggih lagi, tambahan kocek yang harus dirogoh pun tak
seberapa.
Dengan menggeliatnya ponsel buatan China, terlebih
setelah mereka ikut mengadopsi Android, harga ponsel di dunia otomatis
turun. Vendor-vendor besar pun terpaksa menyesuaikan harga agar tidak
tergerus pasarnya.
3. Dampak Smartphone Murah
Memang tak bisa dipungkiri, pangsa pasar terbesar pengguna
ponsel di dunia saat ini masih didominasi oleh basic phone dan feature
phone. Namun dominasi itu diyakini akan kian surut dengan pergeseran
tren dan kian murahnya harga smartphone.
Makin banyaknya
smartphone yang dihargai Rp 1 juta ke bawah, ternyata membawa dampak
besar bagi peta teknologi dunia. Pertumbuhannya makin gila-gilaan dalam
beberapa tahun terakhir. Fenomena ini diyakini Ericsson masih akan
berlanjut hingga enam-tujuh tahun ke depan.
“Pesatnya pertumbuhan
smartphone merupakan hal yang fenomenal dan tren pertumbuhan ini terus
berlanjut,” kata Douglas Gilstrap, Senior Vice President and Head of
Strategy Ericsson.
Jika sebelumnya kita butuh lebih dari lima
tahun untuk mencapai satu miliar pengguna smartphone, namun tidak lebih
dari dua tahun nantinya untuk mencapai dua miliar. Dan angka itu akan
lebih cepat lagi didapat dalam waktu relatif lebih singkat.
“Sejak
saat ini hingga 2019, pengguna smartphone akan meningkat tiga kali
lipat. Menariknya, tren ini akan didorong oleh serapan yang tinggi di
China dan pasar negara berkembang lainnya di mana smartphone murah
banyak bermunculan,” lanjut Gilstrap.
4. Tumbuh Gila-gilaan
Makin banyaknya smartphone murah yang tersedia di pasar,
sangat mendorong pertumbuhan jumlah pengguna smartphone di dunia.
Smartphone yang tadinya cuma 25%, akan menjadi 60% dari total populasi
pengguna ponsel.
Dari data yang dipaparkan Mobility Report
Ericsson, pengguna smartphone dunia yang tadinya cuma 1,9 miliar di
tahun 2013 ini, dalam waktu enam tahun ke depan akan tumbuh pesat hingga
tiga kali lipat menjadi 5,6 miliar di 2019.
“Saat ini,
smartphone mewakili 25%-30% pengguna perangkat mobile. Namun penjualan
smartphone telah mencapai 55% dari seluruh penjualan telepon seluler di
kuartal ketiga 2013,” kata Gilstrap.
Pertumbuhan ini juga didorong oleh meningkatnya
coverage
jaringan seluler. Pada 2019 mendatang, Ericsson menyebutkan 90%
populasi dunia akan terjangkau oleh jaringan 3G WCDMA/HSPA, dan 65%
sudah akan terjangkau oleh 4G LTE.
Di Indonesia saat ini, jumlah
pengguna seluler juga telah melampaui jumlah populasi penduduk seiring
kian murahnya ponsel dan SIM Card. Sejak hadir kali pertama 1995 silam,
kini penggunanya telah mencapai 260 juta. Penetrasi 100% telah
terlampaui sejak dua tahun yang lalu, dan di kuartal ketiga 2013 ini,
masih ada penambahan 5 juta pelanggan baru.
5. Ledakan Trafik Internet
Yang lebih gilanya lagi, pertumbuhan pengguna smartphone yang
meningkat tiga kali lipat ini juga akan mendorong trafik data di
kalangan pengguna smartphone, tumbuh 10 kali lipat sejak 2013 hingga
2019.
Riset Ericsson menyebutkan, ledakan trafik data internet
itu akan didorong penggunaan smartphone, laptop, dan tablet PC. Jika di
2013 ini total konsumsi bandwidth data per bulan untuk laptop rata-rata
3,3 GB, tablet 1 GB, dan smartphone 600 MB, nantinya di 2019, rata-rata
akan gila dalam hal konsumsi data.
Konsumsi data per bulan untuk
laptop akan menembus rata-rata 13 GB, di tablet PC sekitar 4,5 GB, dan
di smartphone tumbuh jadi 2,2 GB. Ini cuma rata-rata saja, sementara
untuk yang heavy users angkanya bisa jauh di atas itu. Penelitian ini
juga menunjukkan bahwa video online memiliki sumbangsih terbesar
terhadap volume trafik data, dimana 25% dari total trafik smartphone dan
40% dari total trafik tablet.
Berdasarkan riset Ericsson,
penggunaan smartphone di India dan Indonesia juga sangat tinggi untuk
kegiatan instant messaging, games, jejaring sosial, berita, browse situs
internet, online banking, pembelian produk online, dan video streaming.
Perbedaannya, di Indonesia kebanyakan masih menggunakan laptop untuk
melakukan video streaming
“Pesatnya trafik data ini juga karena
didorong tren selfie. Kalau sekarang orang narsisnya kebanyakan masih
lewat foto, nanti narsisnya pakai video,” kata Hardyana Syintawati, Vice
President Marketing Communication Ericsson Indonesia.
6. Tren Digital Lifestyle
Berdasarkan riset Ericsson ConsumerLab, terdapat 10 tren
dalam penggunaan smartphone pada 2014. Pertama, aplikasi mobile yang
mengubah gaya hidup masyarakat. Kedua, tubuh menjadi kata kunci baru.
Ketiga, aplikasi pengukuran tubuh. Keempat, internet diharapkan ada di
mana-mana. Kelima, adopsi smartphone akan mengurangi kesenjangan
digital.
Keenam, manfaat online daripada kekhawatiran risiko.
Ketujuh, permintaan layanan video. Kedelapan, aplikasi untuk mengetahui
konsumsi data. Kesembilan, aplikasi sensor di lingkungan sekitar, dan
terakhir menggunakan aplikasi pada device mana pun.
Nah, dari
tren ini juga, aplikasi mobile shopping akan menjadi aplikasi yang
banyak digunakan oleh pengguna smartphone global, termasuk Indonesia
pada 2014 nanti. Menurut riset Ericsson, aplikasi belanja tersebut akan
digunakan oleh 75% pengguna smartphone di seluruh dunia.
7. Gaya Hidup Disetir Aplikasi
Adopsi penggunaan smartphone yang tinggi saat ini juga
mengubah cara masyarakat berkomunikasi melalui aplikasi mobile. Terdapat
tiga tren yang dekat dengan konsumer di Indonesia pada tahun depan.
Pertama,
aplikasi mengubah gaya hidup masyarakat. Kedua, tren smartphone yang
mereduksi digital divide di negara-negara berkembang. Dan ketiga, tren
permintaan akses internet di mana saja.
Menurut Ericsson,
masyarakat akan melakukan komunikasi melalui aplikasi yang ada di
smartphone dibanding melakukan telepon. Di sisi lain, aplikasi baru yang
menyasar kebutuhan keseharian masyarakat terus bertambah jumlahnya.
Berdasarkan
risetnya, beberapa aplikasi komunikasi mengenai kegiatan belanja,
restoran, hiburan, tempat penitipan anak, komunikasi, dan lalu lintas
yang akan menjadi sarana komunikasi melalui smartphone pada tahun depan
hingga tiga tahun mendatang.
Penggunaan aplikasi komunikasi
belanja diperkirakan akan mencapai 75% dari total pengguna smartphone di
dunia. Saat ini penggunaannya baru mencapai 20%. Aplikasi restoran
berada di urutan dua, yakni mencapai 72%. Disusul aplikasi komunikasi
(65%), aplikasi tempat hiburan (62%), aplikasi informasi tempat
penitipan anak (61%), dan aplikasi lalu lintas (57%).
8. Rage of the Machine
Ericsson sebelumnya telah jauh-jauh hari memprediksi. Di 2020
nanti, atau tujuh tahun dari sekarang, akan ada 50 miliar perangkat
yang terkoneksi melalui jaringan seluler dan internet.
Jika
melihat pertumbuhan trafik pengguna ponsel dan SIM card yang beredar,
kemudian dibandingkan dengan total populasi penduduk dunia. Rasanya
angka 50 miliar itu belum sepenuhnya tercapai.
Jika di 2019 saja
pengguna seluler cuma diproyeksi 9,3 miliar, lantas dari mana
pertumbuhan lainnya? Jawabannya tentu saja dari pertumbuhan non-human
alias mesin. Sejak beberapa tahun terakhir, operator sudah gencar
mencari alternatif baru dari stagnannya pertumbuhan pengguna seluler.
Nantinya,
di masa depan, layanan seluler tak lagi didominasi oleh manusia dengan
telepon genggamnya. Layanan seluler juga akan didominasi oleh
machine-to-machine (M2M). Dominasi ini sebenarnya sudah bisa dilihat sejak saat ini, dimana mayoritas pengguna internet bukan lagi manusia.
Berdasarkan
riset Incapsula, dari total seluruh lalu lintas internet, 61,5% di
antaranya dilakukan oleh mesin, atau yang biasa dikenal dengan istilah
Bot. Sementara manusia hanya 38,5%. Bot yang dimaksud juga
bermacam-macam, ada yang berupa sebagai hacking tools, penyebar spam,
dan lainnya.
Jumlah Bot belakangan memang disinyalir meningkat
tajam. Berdasarkan hasil riset yang sama, tahun 2012 lalu manusia masih
mengusai sekitar 49% lalu lintas internet, sementara Bot berkisar 51%.